Jumat, 07 Oktober 2011

Habibana Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa........Tak pernah bertemu...tapi begitu Karismatik...



 Disela-sela entry mencapaian zakat hari ini, entah mengapa hati saya tergerak untuk untuk re-post kisah hidup beliau yang pernah dimuat dimilis tercinta.http://majelisrasulullah.org/


Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
saya adalah seorang anak yg sangat dimanja oleh ayah saya, ayah saya selalu
memanjakan saya lebih dari anaknya yg lain, namun dimasa baligh, justru saya yg
putus sekolah, semua kakak saya wisuda, ayah bunda saya bangga pada mereka, dan
kecewa pada saya, karena saya malas sekolah, saya lebih senang hadir majelis
maulid Almarhum Al Arif billah Alhabib Umar bin Hud Alalttas, dan Majelis
taklim kamis sore di empang bogor, masa itu yg mengajar adalah Al Marhum Al
Allamah Alhabib Husein bin Abdullah bin Muhsin Alattas dg kajian Fathul Baari.

sisa hari hari saya adalah bershalawat 1000 siang 1000 malam, zikir beribu
kali, dan puasa nabi daud as, dan shalat malam berjam jam, saya pengangguran,
dan sangat membuat ayah bunda malu.

ayah saya 10 tahun belajar dan tinggal di Makkah, guru beliau adalah Almarhum
Al Allamah Alhabib Alwi Al Malikiy, ayah dari Al Marhum Al Allamah Assayyid
Muhammad bin Alwi Al Malikiy, ayah saya juga sekolah di Amerika serikat, dan
mengambil gelar sarjana di New york university.

almarhum ayah sangat malu, beliau mumpuni dalam agama dan mumpuni dalam
kesuksesan dunia, beliau berkata pada saya : kau ini mau jadi apa?, jika mau
agama maka belajarlah dan tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin
mendalami ilmu dunia maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku
tuntutlah ilmu agama, aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan
keberuntungan apa apa dari kebanggaan orang yg sangat menyanjung negeri barat,
walau aku sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di
dunia kecuali dg kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku
menghindari itu.

maka ayahanda almarhum hidup dalam kesederhanaan di cipanas, cianjur, Puncak.
Jawa barat, beliau lebih senang menyendiri dari ibukota, membesarkan anak
anaknya, mengajari anak2nya mengaji, ratib, dan shalat berjamaah.

namun saya sangat mengecewakan ayah bunda karena boleh dikatakan : dunia tidak
akhiratpun tidak.

namun saya sangat mencintai Rasul saw, menangis merindukan Rasul saw, dan
sering dikunjungi Rasul saw dalam mimpi, Rasul saw selalu menghibur saya jika
saya sedih, suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut beliau saw, dan
berkata wahai Rasulullah saw aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi,
butakan mataku ini asal bisa jumpa dg mu.., ataukan matikan aku sekarang, aku
tersiksa di dunia ini,,, Rasul saw menepuk bahu saya dan berkata : munzir,
tenanglah,sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa dg ku.., maka saya
terbangun..

akhirnya karena ayah pensiun, maka ibunda membangun losmen kecil didepan rumah
berupa 5 kamar saja, disewakan pada orang yg baik baik, untuk biaya nafkah, dan
saya adalah pelayan losmen ibunda saya.

setiap malam saya jarang tidur, duduk termenung dikursi penerimaan tamu yg cuma
meja kecil dan kursi kecil mirip pos satpam, sambil menanti tamu, sambil
tafakkur, merenung, melamun, berdzikir, menangis dan shalat malam demikian
malam malam saya lewati,

siang hari saya puasa nabi daud as, dan terus dilanda sakit asma yg parah, maka
itu semakin membuat ayah bunda kecewa, berkata ibunda saya : kalau kata orang,
jika banyak anak, mesti ada satu yg gagal, ibu tak mau percaya pada ucapan itu,
tapi apakah ucapan itu kebenaran?.

saya terus menjadi pelayan di losmen itu, menerima tamu, memasang seprei,
menyapu kamar, membersihkan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan
tamu, berupa teh, kopi, air putih, atau nasi goreng buatan ibunda jika dipesan
tamu.

sampai semua kakak saya lulus sarjana, saya kemudian tergugah untuk mondok,
maka saya pesantren di Hb Umar bin Abdurrahman Assegaf di Bukit duri jakarta
selatan, namun hanya dua bulan saja, saya tidak betah dan sakit sakitan karena
asma terus kambuh, maka saya pulang.

ayah makin malu, bunda makin sedih, lalu saya prifat saja kursus bahasa arab di
kursus bahasa arab assalafi, pimpinan Almarhum Hb Bagir Alattas, ayahanda dari
hb Hud alattas yg kini sering hadir di majelis kita di almunawar.

saya harus pulang pergi jakarta cipanas yg saat itu ditempuh dalam 2-3 jam, dg
ongkos sendiri, demikian setiap dua kali seminggu, ongkos itu ya dari losmen
tsb.

saya selalu hadir maulid di almarhum Al Arif Billah Alhabib Umar bin Hud
alattas yg saat itu di cipayung, jika tak ada ongkos maka saya numpang truk dan
sering hujan hujanan pula.

sering saya datang ke maulid beliau malam jumat dalam keadaan basah kuyup, dan
saya diusir oleh pembantu dirumah beliau, karena karpet tebal dan mahal itu
sangat bersih, tak pantas saya yg kotor dan basah menginjaknya, saya terpaksa
berdiri saja berteduh dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu tamu
berdatangan, maka saya duduk dil;uar teras saja karena baju basah dan takut
dihardik sang penjaga.

saya sering pula ziarah ke luar batang, makam Al Habib husein bin Abubakar
Alaydrus, suatu kali saya datang lupa membawa peci, karena datang langsung dari
cipanas, maka saya berkata dalam hati, wahai Allah, aku datang sebagai tamu
seorang wali Mu, tak beradab jika aku masuk ziarah tanpa peci, tapi uangku pas
pasan, dan aku lapar, kalau aku beli peci maka aku tak makan dan ongkos
pulangku kurang..,

maka saya memutuskan beli peci berwarna hijau, karena itu yg termurah saat itu
di emperan penjual peci, saya membelinya dan masuk berziarah, sambil membaca
yaasin utk dihadiahkan pada almarhum, saya menangisi kehidupan saya yg penuh
ketidak tentuan, mengecewakan orang tua, dan selalu lari dari sanak kerabat,
karena selalu dicemooh, mereka berkata : kakak2mu semua sukses, ayahmu lulusan
makkah dan pula new york university, koq anaknya centeng losmen..

maka saya mulai menghindari kerabat, saat lebaranpun saya jarang berani datang,
karena akan terus diteror dan dicemooh.

walhasil dalam tangis itu saya juga berkata dalam hati, wahai wali Allah, aku
tamumu, aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yg shalih disisi Allah,
pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu, aku lapar dan tak cukup ongkos
pulang..,

lalu dalam saya merenung, datanglah rombongan teman teman saya yg pesantren di
Hb Umar bin Abdurrahman Assegaf dg satu mobil, mereka senang jumpa saya,
sayapun ditraktir makan, saya langsung teringat ini berkah saya beradab di
makam wali Allah..

lalu saya ditanya dg siapa dan mau kemana, saya katakan saya sendiri dan mau
pulang ke kerabat ibu saya saja di pasar sawo, kb Nanas Jaksel, mereka berkata
: ayo bareng saja, kita antar sampai kebon nanas, maka sayapun semakin
bersyukur pada Allah, karena memang ongkos saya tak akan cukup jika pulang ke
cipanas, saya sampai larut malam di kediaman bibi dari Ibu saya, di ps sawo
kebon nanas, lalu esoknya saya diberi uang cukup untuk pulang, sayapun pulang
ke cipanas..

tak lama saya berdoa, wahai Allah, pertemukan saya dg guru dari orang yg
paling dicintai Rasul saw, maka tak lama saya masuk pesantren Al Habib Hamid
Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi timur, dan setiap saat mahal qiyam maulid
saya menangis dan berdoa pada Allah untuk rindu pada Rasul saw, dan
dipertemukan dg guru yg paling dicintai Rasul saw, dalam beberapa bulan saja
datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh ke pondok
itu, kunjungan pertama beliau yaitu pd 1994.

selepas beliau menyampaikan ceramah, beliau melirik saya dg tajam.., saya hanya
menangis memandangi wajah sejuk itu.., lalu saat beliau sudah naik ke mobil
bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia memanggil Hb Nagib
Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa beliau ingin saya dikirim ke
Tarim Hadramaut yaman untuk belajar dan menjadi murid beliau,

Guru saya hb Nagib bin syeikh abubakar mengatakan saya sangat belum siap, belum
bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa apa, mungkin beliau salah
pilih..?, maka guru mulia menunjuk saya, itu.. anak muda yg pakai peci hijau
itu..!, itu yg saya inginkan.., maka Guru saya hb Nagib memanggil saya utk
jumpa beliau, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yg pintunya masih
terbuka : siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab
karena tak faham, maka guru saya hb Nagib menjawab : kau ditanya siapa
namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum..

keesokan harinya saya jumpa lagi dg guru mulia di kediaman Almarhum Hb bagir
Alattas, saat itu banyak para habaib dan ulama mengajukan anaknya dan muridnya
untuk bisa menjadi murid guru mulia, maka guru mulia mengangguk angguk sambil
kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat saya dikejauhan,
lalu beliau berkata pada almarhum hb umar maula khela : itu.. anak itu.. jangan
lupa dicatat.., ia yg pakai peci hijau itu..!,

guru mulia kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur guru saya hb Nagib bin
syekh abubakar, seraya berkata : wahai munzir, kau harus siap siap dan
bersungguh sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat
sebelum siap..

dua bulan kemudian datanglah Almarhum Alhabib Umar maula khela ke pesantren,
dan menanyakan saya, alm hb umar maulakhela berkata pada hb nagib : mana itu
munzir anaknya hb Fuad almusawa?, dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi
untuk memberangkatkannya, maka hb nagib berkata saya belum siap, namun alm hb
umar maulakhela dg tegas menjawab : saya tidak mau tahu, namanya sudah
tercantum untuk harus berangkat, ini pernintaan AL Habib Umar bin Hafidh, ia
harus berangkat dlm dua minggu ini bersama rombongan pertama..

saya persiapkan pasport dll, namun ayah saya keberatan, ia berkata : kau sakit
sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke
hadramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau
sakit?, siapa yg menjaminmu..?,

saya pun datang mengadu pd Almarhum Al Arif billah Alhabib Umar bin hud
Alattas, beliau sudah sangat sepuh, dan beliau berkata : katakan pada ayahmu,
saya yg menjaminmu, berangkatlah..

saya katakan pada ayah saya, maka ayah saya diam, namun hatinya tetap berat
untuk mengizinkan saya berangkat, saat saya mesti berangkat ke bandara, ayah
saya tak mau melihat wajah saya, beliau buang muka dan hanya memberikan
tangannya tanpa mau melihat wajah saya, saya kecewa namun saya dg berat tetap
melangkah ke mobil travel yg akan saya naiki, namun saat saya akan naik, terasa
ingin berpaling ke belakang, saya lihat nun jauh disana ayah saya berdiri
dipagar rumah dg tangis melihat keberangkatan saya..., beliau melambaikan
tangan tanda ridho, rupanya bukan beliau tidak ridho, tapi karena saya sangat
disayanginya dan dimanjakannya, beliau berat berpisah dg saya, saya berangkat
dg airmata sedih..

saya sampai di tarim hadramaut yaman dikediaman guru mulia, beliau mengabsen
nama kami, ketika sampai ke nama saya dan beliau memandang saya dan tersenyum
indah,

tak lama kemudian terjadi perang yaman utara dan yaman selatan, kami di yaman
selatan, pasokan makanan berkurang, makanan sulit, listrik mati, kamipun harus
berjalan kaki kemana mana menempuh jalan 3-4km untuk taklim karena biasanya dg
mobil mobil milik guru mulia namun dimasa perang pasokan bensin sangat minim

suatu hari saya dilirik oleh guru mulia dan berkata : Namamu Munzir.. (munzir =
pemberi peringatan), saya mengangguk, lalu beliau berkata lagi : kau akan
memberi peringatan pada jamaahmu kelak...!.

maka saya tercenung.., dan terngiang ngiang ucapan beliau : kau akan memberi
peringatan pada jamaahmu kelak...?, saya akan punya jamaah?, saya miskin begini
bahkan untuk mencuci bajupun tak punya uang untuk beli sabun cuci..

saya mau mencucikan baju teman saya dg upah agar saya kebagian sabun cucinya,
malah saya dihardik : cucianmu tidak bersih...!, orang lain saja yg mencuci
baju ini..

maka saya terpaksa mencuci dari air bekas mengalirnya bekas mereka mencuci, air
sabun cuci yg mengalir itulah yg saya pakai mencuci baju saya

hari demi hari guru mulia makin sibuk, maka saya mulai berkhidmat pada beliau,
dan lebih memilih membantu segala permasalahan santri, makanan mereka, minuman,
tempat menginap dan segala masalah rumah tangga santri, saya tinggalkan
pelajaran demi bakti pada guru mulia membantu beliau, dengan itu saya lebih
sering jumpa beliau.

[i]2 tahun di yaman ayah saya sakit, dan telepon, beliau berkata : kapan kau
pulang wahai anakku..?, aku rindu..?

saya jawab : dua tahun lagi insya Allah ayah..

ayah menjawab dg sedih ditelepon.. duh.. masih lama sekali.., telepon ditutup, 3
hari kemudian ayah saya wafat..

saya menangis sedih, sungguh kalau saya tahu bahwa saat saya pamitan itu
adalah terakhir kali jumpa dg beliau.. dan beliau buang muka saat saya mencium
tangan beliau, namun beliau rupanya masih mengikuti saya, keluar dari kamar,
keluar dari rumah, dan berdiri di pintu pagar halaman rumah sambil melambaikan
tangan sambil mengalirkan airmata.., duhai,, kalau saya tahu itulah terakhir
kali saya melihat beliau,., rahimahullah..[/i]

tak lama saya kembali ke indonesia, tepatnya pada 1998, mulai dakwah sendiri
di cipanas, namun kurang berkembang, maka say mulai dakwah di jakarta, saya
tinggal dan menginap berpindah pindah dari rumah kerumah murid sekaligus teman
saya, majelis malam selasa saat itu masih berpindah pindah dari rumah kerumah,
mereka murid2 yg lebih tua dari saya, dan mereka kebanyakan dari kalangan awam,
maka walau saya sudah duduk untuk mengajar, mereka belum datang, saya menanti,
setibanya mereka yg cuma belasan saja, mereka berkata : nyantai dulu ya bib,
ngerokok dulu ya, ngopi dulu ya, saya terpaksa menanti sampai mereka puas, baru
mulai maulid dhiya'ullami.., jamaah makin banyak, mulai tak cukup dirumah
rumah, maka pindah pindah dari musholla ke musholla,. jamaah makin banyak, maka
tak cukup pula musholla, mulai berpindah pindah dari masjid ke masjid,

lalu saya membuka majelis dihari lainnya, dan malam selasa mulai ditetapkan di
masjid almunawar, saat itu baru seperempat masjid saja, saya berkata : jamaah
akan semakin banyak, nanti akan setengah masjid ini, lalu akan memenuhi masjid
ini, lalu akan sampai keluar masjid insya Allah.. jamaah mengaminkan..

mulailah dibutuhkan kop surat, untuk undangan dlsb, maka majelis belum diberi
nama, dan saya merasa majelis dan dakwah tak butuh nama, mereka sarankan
majelis hb munzir saja, saya menolak, ya sudah, majelis rasulullah saw saja,

kini jamaah Majelis Rasulullah sudah jutaan, di Jabodetabek, jawa barat,
banten, jawa tengah, jawa timur, bali, mataram, kalimantan, sulawesi, papua,
singapura, malaysia, bahkan sampai ke Jepang, dan salah satunya kemarin hadir
di majelis haul badr kita di monas, yaitu Profesor dari Jepang yg menjadi dosen
disana, dia datang keindonesia dan mempelajari bidang sosial, namun
kedatangannya juga karena sangat ingin jumpa dg saya, karena ia pengunjung
setia web ini, khususnya yg versi english..

sungguh agung anugerah Allah swt pada orang yg mencintai Rasulullah saw, yg
merindukan Rasulullah saw...

itulah awal mula hamba pendosa ini sampai majelis ini demikian besar, usia
saya kini 38 tahun jika dg perhitungan hijriah, dan 37 th jika dg perhitungan
masehi, saya lahir pd Jumat pagi 19 Muharram 1393 H, atau 23 februari 1973 M.

perjanjian Jumpa dg Rasul saw adalah sblm usia saya tepat 40 tahun, kini sudah
1431 H,

mungkin sblm sempurna 19 Muharram 1433 H saya sudah jumpa dg Rasul saw, namun
apakah Allah swt akan menambah usia pendosa ini..?

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar