Kamis, 15 September 2011

Umroh Backpacker yukkk ...... (murah meriah)

Ini cerita tentang ayah mertua saya, kami biasa memanggilnya Abah.
Awal Juli lalu, terbetik berita bahwa Abah ingin menunaikan ibadah Umroh bulan Ramadhan. Saya pikir itu hal biasa. Mumpung kami tinggal di Jeddah, mungkin Abah ingin umroh sekalian menengok cucu. Mungkin juga ingin melihat keadaan kami sehari-hari di negeri orang. Apa salahnya?

Yang menjadi luar biasa adalah detail berita tsb.
Abah akan melakukan Umroh, 1 bulan penuh, dengan biaya HANYA 15 JUTA RUPIAH.

Puh… tipu-tipu macam mana pula ini?
Saya langsung hubungi adik-adik saya untuk meyakinkan berita ini. Saya minta agar mereka melakukan fit & proper test kepada calon penyelenggara. Saya tidak mau Abah ditipu mentah-mentah, setengah matang apalagi ditipu well-done (emangnya steak?). Ada beberapa pasal yang membuat saya meragukan informasi Abah.

  • Setahu saya, visa umroh hanya berlaku 2 minggu. Kok bisa-bisanya ada yang menjanjikan ke Abah untuk umroh sebulan penuh?
  • Biaya 15 juta adalah biaya yang extra ordinary murah. Yang saya tahu, paket umroh 9 hari dari travel biro berkisar 1500 USD untuk low season. Sedangkan paket umroh Ramadhan (very peak season) bisa sampai 2000 atau 2500 USD. Sekali lagi, itu cuman 9 hari. Lha ini kok berani-beraninya menawarkan 30 hari. Ini beneran atau penipuan?
Segera adik-adik saya mulai melakukan telik sandi. Dari data-data yang dikumpulkan, katanya penyelenggara adalah seorang bernama Haji Kusen dari kampung sebelah (bukan nama asli tapi juga bukan nama samaran, yaaa…, namanya juga di kampung, nama panggilan dan nama KTP bisa jauh beda). Katanya dia sudah biasa memberangkatkan jemaah umroh seperti itu. Haji Kusen tidak bergerak atas nama PT atau badan hukum tertentu.
Saya, sebagai menantunya, yang katanya berpendidikan lebih tinggi daripada Abah, yang katanya punya wawasan luas, seperti biasa, yang timbul duluan adalah suudzon. Jangan-jangan cuman penipu. Jangan-jangan ditelantarkan. Jangan-jangan begini-begitu… begini ni ni ni…, begitu tu tu tu… (kayak lagunya Benyamin).

Tapi berbeda dengan Abah. Saya tahu Abah itu lugu dan polos. Khas orang kampung walaupun sudah hidup di Jakarta sejak 1964. Abah sangat percaya kepada Pak Haji tsb. Dan walaupun sudah diperingatkan untuk berhati-hati, tetap saja Abah membayar tunai seperti yang diminta Haji Kusen. Katanya beberapa tetangga Abah juga sudah setor untuk ikut rombongan.

Singkat kata, Abah, dengan segala keikhlasannya, terus mempersiapkan diri untuk menunaikan ibadah umroh. Ketika keberangkatan semakin dekat, barulah saya mengerti kenapa biaya bisa segitu murah. Ternyata itu adalah paket UMROH BACKPACKER. Kenapa saya menjulukinya seperti demikian? Inilah alasannya:
  1. Tidak tinggal di hotel. Rombongan akan ditampung di pondokan layaknya jemaah haji ONH Biasa dari Indonesia. Rombongan akan tinggal di sebuah apartemen sederhana.
  2. Karena tidak tinggal di hotel, otomatis tidak mendapat makanan sama sekali. Makanan harus mandiri dipersiapkan oleh masing-masing anggota rombongan.
  3. Selain tidak ada fasilitas konsumsi, tidak ada juga fasilitas transportasi selain bandara-pondokan pp ketika datang dan pulang.
Satu hal yang masih mengganjal adalah masalah visa. Saya tetap tidak yakin bahwa Abah memperoleh visa sebulan penuh. Terus terang saya masih suudzon aja dengan panitia penyelenggara. Masalahnya, paspor tidak diserahkan ke Abah tetapi dipegang oleh ketua rombongan Haji Kusen. Abah (dan anggota rombongan lainnya yang kebanyakan juga tetangga sekitar) hanya disuruh berkumpul di bandara pk. 05.00 karena pesawat akan lepas landas pk 08.30.

Berbeda dengan rombongan umroh dari travel biro, para jemaah umroh backpaker membawa barang bawaan yang unik. Koper mereka bukan penuh oleh pakaian atau junk food, tapi…:
  • Rata-rata bawa beras 5 kg / orang. Beberapa orang yang menderita diabetes juga melengkapinya dengan membawa beras merah.
  • Ibu-ibu banyak yang bawa bumbu lengkap,ada bawang merah, bawang putih, garam, merica, penyedap masakan, dsb.
  • Hampir semuanya bawa gula, kopi, teh, mie instant, dsb.
  • Perlengkapan masak juga dibawa, seperti panci, rice cooker/magic warmer, piring, sendok, garpu, gelas, teko, dsb.
Ketika waktunya boarding, konon seorang ibu tertangkap tangan membawa benda aneh di dalam tas yang akan dibawa ke dalam kabin pesawat. Tas ibu yang di x-ray menampilkan bayangan seperti torpedo. Terpaksalah ibu tsb harus membongkar tas-nya di depan petugas. Ternyata…… sebuah labusiam besar.

Akhirnya, rombongan bisa tiba dengan selamat di tujuan. Dan seperti yang telah saya perkirakan, biaya minim adalah trade-off dari fasilitas yang disediakan penyelenggara. Fasilitas yang disediakan ternyata adalah:
  • Sebuah apartemen sederhana, dengan 3 kamar tidur (4mx4m), 2 kamar mandi plus 1 dapur. Seluruh anggota rombongan berjumlah 27 orang tidur berdesakan di sana.
  • Pondokan itu berjarak sekitar 2 km dari Masjidil Haram (20 menit berjalan kaki buat yang muda dan sehat). Terbayang khan, bagaimana perjuangan para anggota rombongan yang ingin bolak-balik dari pondokan ke Masjidil Haram pada siang hari yang terik dalam keadaan puasa?
  • Di dapur disediakan kompor gas dengan gas yang ditanggung penyelenggara, plus kulkas 2 pintu.
  • Disediakan kasur tanpa dipan.

Dan sekali lagi, karena ini rombongan backpacker, maka:
  • Tidak ada fasilitas kunjungan ziarah (city tour). Masing-masing anggota rombongan dipersilakan mengatur diri sendiri jika ingin berkunjung ke tempat-tempat seperti Gua Hira’, Mina, Muzdalifa, Padang Arafah, dsb.
  • Juga tidak ada fasilitas transportasi ke tempat mengambil miqat jika ada anggota rombongan yang ingin umroh berkali-kali. Anggota rombongan dipersilakan survive untuk mengambil miqat di Tan’im atau Ji’rona.
  • Dan ternyata, ke Madinah pun sebenarnya tidak termasuk dalam fasilitas yang disediakan. Penyelenggara memungut biaya 200 riyal per orang untuk biaya transportasi dan akomodasi selama 4 hari di Madinah.
  • Belakangan, ketika mau pulang, sebenarnya juga tidak ada fasilitas Jeddah City Tour seperti yang biasa dilakukan rombongan umroh lainnya. Rombongan harus mengeluarkan sedikit uang lagi agar bisa mendapat pengalaman sholat Dhuhur di Masjid Terapung, di tepi Laut Merah.

Ada lagi fasilitas yang tidak disediakan oleh panitia. Dan fasilitas ini bisa fatal akibatnya. Fasilitas tersebut adalah fasilitas kesehatan. Walaupun tidak ada dokter, panitia juga tidak mengetahui bagaimana penanganannya jika anggota rombongan membutuhkan perawatan kesehatan.
Hal ini menimpa salah seorang anggota rombongan, seorang kakek berusia 65 tahun. Dari pagi muntah-muntah, kondisinya sangat lemah dan hanya bisa tiduran di kamar. Disuapin teh manis pun muntah. Tapi sama sekali tidak ada perhatian dari panitia (lha memang nggak ada panitianya kok). Yaaa seharusnya masing-masing bisa menjaga dirinya sendiri.
Kebetulan salah seorang anggota rombongan berkenalan dengan seorang dokter dari Indonesia yang juga sedang umroh. Dengan sedikit memaksa, dokter yang sedang tidak bertugas tersebut berkenan memeriksa keadaan kakek yang sedang sakit tsb. Karena sedang tidak bertugas, dokter tidak membawa satupun peralatan, tidak membawa stetoskop, apalagi pengukur tekanan darah. Dokter cuman melakukan observasi dengan mata dan memegang kepala kakek yang panas. Kesimpulannya, kakek kelelahan. Tapi tidak ada tindakan atau obat yang dianjurkan. Dan pimpinan rombongan juga tidak merasa harus bertanggungjawab membawa kakek tsb ke dokter atau klinik terdekat. Pimpinan rombongan hanya membiarkan kakek tersebut terbaring lemah tanpa tindakan.
Beruntung, sore itu saya sedang berkunjung ke pondokan Abah. Saya langsung menawarkan untuk membawa ke dokter. Saya memang tidak mengenal daerah Mekah, makanya saya menawarkan untuk membawa ke dokter di Jeddah. Saya tahu ada sebuah klinik yang dokter dan perawatnya orang Indonesia (jadi bisa berbahasa Indonesia). Daripada dibawa ke dokter terdekat tapi nggak bisa ngomong dan bingung menyampaikan keluhannya. Akhirnya, sang kakek setuju. Bersama isteri dan anaknya, kakek tsb saya bawa ke klinik terdekat…. Eh, nggak juga ding. Lha wong saya bawa ke klinik yang jaraknya 80 km dari pondokannya. Jelas bukan klinik terdekat lah.
Dengan kondisi yang kepayahan, sang kakek harus dipapah ke dalam mobil dengan posisi agak berbaring di dalam mobil. Saya pun harus memacu mobil secapat kilat agar kondisi tidak semakin memburuk. Yaaa nggak cepat-cepat jugalah. Palingan cuman kecepatan 160 kmh doang. Lagian pakainya Kijang, bukan Camry. Kalau Camry sih saya berani lari 200 karena yakin stabil. Lha kalau Kijang yang body-nya nggak streamline?  Lho kok jadi ngomongin mobil?
Alhamdulillah, setelah mendapat tindakan medis, kondisinya membaik. Hampir 4 jam kakek tersebut bisa tidur dengan nyenyak sambil diinfus di Unit Gawat Darurat. Padahal sejak pagi, sang kakek selalu muntah tanpa bisa tidur. Selesai dari UGD, sang kakek saya inapkan di rumah untuk istirahat. Besoknya, dia harus disuntik lagi dan akhirnya setelah 20 jam di Jeddah, sang kakek pulang kembali ke pondokannya di Mekah dengan kondisi yang lebih segar dan sudah bisa jalan sendiri tanpa harus dipapah lagi.
Yah, beginilah resiko jemaah umroh backpacker….

Akhirnya, setelah sebulan persis, Abah pulang dengan sukses. Walaupun sejak di Jakarta sampai pulang kembali ke Jakarta, yang namanya passport dan visa nggak pernah dilihat oleh Abah (dan saya) sama sekali, ternyata rombongan ini sah. Sebenarnya saya masih khawatir, bahkan sampai ketika harus melepas Abah di bandara Jeddah. Saya khawatir bahwa visa nya sudah expired dan dicegat sama pihak imigrasi. Bukan 1-2 cerita lagi yang saya dapatkan mengenai orang yang gagal terbang pulang di bandara Jeddah karena visanya expired. Tidak spesifik cerita mengenai orang Indonesia sih, ada yang orang India, orang Pakistan, Afrika Selatan, dsb. Tapi ternyata seluruh rombongan bisa pulang kembali ke tanah air dengan selamat dan sejahtera sesuai rencana.

Alhamdulillah…..

So, kalau menurut saya sih, umroh backpacker memang cocok buat orang yang masih usia muda. Let’s say, usia di bawah 50 tahun. Mungkin tubuh masih kuat dan tidak masalah dengan fasilitas minim. Tapi kalau di atas 50 tahun, kayaknya terlalu beresiko. Kalau ada apa-apa, nggak ada yang bisa membantu. Tapi mungkin ini adalah alternatif bagi mereka yang ingin umroh murah meriah…


Nb:
Walaupun cerita ini cuman sharing, tetapi tidak menerima pertanyaan kalau ada yang mau ikutan menjadi jemaah umroh murah meriah seperti ini. Silakan kasak-kusuk cari info sendiri…..:)



http://palwono.multiply.com/

8 komentar:

  1. wow pengalaman menarik nich...
    ya betul umroh backpacker sangat cocok untuk orang muda, kalo udah tua kasian kalo kurang fasilitasnya...

    BalasHapus
  2. asalamualikum

    terimakasih infonya,
    cocok buat saya nih,,

    eh, nanya, biaya ke dokter gak ada?
    bukannya ada klinik gratis di masjidil harom ya? yang penting nunjukkan paspor?

    terus kalo masalah ziarah, gak penting, soalnya bukan sunah, cuman buat rekreasi aja..

    kalo pemondokan 2 km dari masjidil harom, biasa, malah waktu musim haji, katanya ada yang 5 km dari masjidil harom

    BalasHapus
  3. hmmm perlu persiapan yg benar2 "well-done"

    BalasHapus
  4. rombongan umroh supeeerrrr....hebat

    BalasHapus
  5. Hebat, niat yg tulus diganjar kemudahan oleh Allah Swt
    Saya yg lebih mudah saja belum berani umroh backpacker.

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah.. ada yg sharing tentang Umroh Backpacker.

    InsyaAlloh kami ada program Umroh Murah 9 hr (3 Mad, 4 mak), tetapi bukan Bacpacker Murni, krn hotel sekamar ber lima/enam, guide ada, TL dr indo ada, Ziarah ada, makan 3x sehari sudah include.
    Program dilaksanakan bulan Feb-Maret 2013 (krn kondisi dingin sejuk). Biaya Paket All 13,6jt.
    jika ada sahabat2 yg ingin bergabung dengan program kami bisa kontak 082131002003. kami juga menerima paket request jika ada group.
    www.amanahimanmadiun.biz.uz
    transparan bertanggung jawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. ane minat dong,klu blh tahu kt pake penerbangan apa?

      Hapus
  7. Untuk yang mau diskusi tentang haji/umrah, silahkan gabung di group FB UMROH BACKPACKER.

    Atau buka www.mekahbackpacker.blogspot.com

    Moga bermanfaat.

    BalasHapus